PEMBAHASAN
A. Pengertian Wali
Secara etimologis:”wali” mempunyai arti pelindung, penolong, atau penguasa.[1]wali
mempunyai banyak arti, antara lain:
a. Orang yang menurut
hukum (agama atau adat) diserahi kewajiban mengurus anak yatim serta hartanya
sebelum anak itu dewasa.
b. Pengasuh pengantin
perempuan pada waktu menikah (yaitu yang melakukan janji nikah dengan pengantin
laki-laki.
c. Orang saleh (suci),
penyebar agama.
d. Kepala pemerintah dan
sebagainya.[2]
Adapun yang dimaksud wali
dalam pembahasan ini adalah wali dalam pernikahan, yaitu yang sesuai dengan poin
b.
Wali nikah ialah:”orang
laki-laki dalam suatu akad perkawinan berwenang mengijabkan calon mempelai
perempuan”. Adanya wali nikah merupakan rukun dalam akad perkawinan.
Sebagai dasar hukum adanya
wali nikah dalam suatu akad perkawinan ialah:
1. Firman Allah Surah 24
(An-Nur) ayat 32 yang artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian
diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahaya yang
laki-laki dan hamba-hamba sahaya yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memampukan mereka mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas pemberian-Nya
lagi maha Mengetahui.”
2. Hadits riwayat Ahmad
dan Al Arba’ah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah s.a.w bersabda yang artinya:
“Tidak sah
akad perkawinan terkecuali dengan adanya seorang wali.”
3. Hadits dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Tidak boleh wanita itu
mengawinkan sesama wanita dan tidak boleh wanita itu mengawinkan dirinya.”
4. Hadits riwayat Al
Arba’ah kecuali An Nasa’iy dari A’isyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda yang
artinya:
“Perempuan
yang kawintanpa izin walinya maka nikahnya menjadi bathal. Jika suaminya telah
mengumpulinya maka perempuan itu berhak menerima mahar karena suamitelah mengambil
kehalalan farjinya. Jika mereka itu bersengketa, maka penguasalah yang menjadi
wali wanita yang tidak ada walinya.”
Dari firman Allah dan sabda-sabda Rasullullah SAW, tersebut diatas nyatalah
bahwa kedudukan wali nikah adalah sangatlah penting karena menentukan sah atau
tidak sahnya akad perkwinan.
Jumhur ulama masyarakat adanya wali nikah dalam akad pernikahan dan wanita
tidak boleh mengawinkan dirinya sendiri. Menurut Ibnu Mundzir tidak terdapat
seorang sahabatpun yang menyalahi pendapat Jumhur ini. Imam malik berpendapat
bahwa disyaratkan adanya Wali Nikah bagi wanita bangsawan dan tidak disyaratkan
bagi wanita biasa.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa tidak disyaratkan adanya Wali Nikah dalam
suatu akad perkawinan. Ulama Dhahiriyah mensyaratkan adanya Wali Nikah bagi
gadis dan tidak mensyaratkan bagi janda. Abu Tsaur berkata bahwa wanita boleh
mengawinkan dirinya dengan izin walinya.[3]
Orang yng berhak menikahkan seorang permpuan adalah wali yang bersangkutan,
apabila wali yang bersangkutan sanggup bertindak sebagai wali. Namun,
adakalanya wali tidak hadir atau karena sesuatu sebab ia tidak dapat bertindak
sebagai wali, maka hak ke waliannya berpindah kepada orang lain.[4]
Wali ditunjuk berdasarkan prioritas secara tertib dimulai dari orng yang
paling berhak, yaitu mereka yang paling akrab, lebih kuat hubungan darahnya.
Jumhur ulama, seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, mengatakan bahwa wali itu
adalah ahli waris dan diambil dari garis ayah, bukan dari garis ibu.
B. Macam dan Urutan
Wali Nikah
Dalam Hukum perkawinan Islam dikenal adanya empat macam Wali Nikah, yaitu:
1. Wali Nasab, yaitu
Wali Nikah karena pertaliannasb atau pertalian darah dengan calon mempelai
perempuan.
2. Wali Mu’tiq yaitu
Wali Nikah karena, memerdekakan, artinya seorang ditunjuk sebagai wali nikahnya
seseorang permpuan, karena orang tersebut pernah memerdekakannya. Untuk jenis
kedua ini diIndonesia tidak terjadi.
3. Wali Hakim yaitu Wali
Nikah yang dilakukan oleh penguasa bagi seorang perempuan yang wali nasabnya
karena sesuatu hal tidak ada, baik karena meninggal dunia, menolak menjadi wali
nikah atau sebab-sebab lain.
4. Wali Muhakam yaitu
Wali Nikah yang terdiri dari seseorang laki-laki yang diangkat oleh kedua calon
suami isteri untuk menikahkan mereka, dikarekan tidak ada wali Nasab, wali Mu’tiq,dan
wali Hakim. Untuk jenis terakhir ini di Indonesia sedikit sekali kemungkinan
terjadi. Berdasarkan hal-hal tersebut maka yang lazim di Indonesia hanyalah
Wali Nasab dan Wali Hakim saja.
Urutan Wali Nasab adalah sebagai berikut :
1. Ayah
2. Kakek (Bapak ayah)
3. Ayah Kakek (ayah
tingkat tiga) dan seterusnya ke atas.
4. Saudar laki-laki
sekandung.
5. Saudara laki-laki
seayah.
6. Anak laki-laki
saudara laki-laki sekandung.
7. Anak laki-laki
saudara laki-laki seayah.
8. Paman sekandung
(saudara laki-laki ayah sekandung).
9. Paman seayah (saudara
laki-laki ayah seayah).
10. Anak laki-laki paman
sekandung.
11. Anak laki-laki paman
sekandung.
12. Saudara kakek
sekandung (Bapak ayah sekandung).
13. Saudara kakek seayah
(Bapak ayah seayah).
14. Anak laki-laki
saudara kakek sekandung.
15. Anak laki-laki
saudara kakek seayah.[5]
Para ulama fikih berbeda pendapat dalam malasalah wali, apakah ia menjadi
syarat sahnya pernikahan atau tidak?
Imam Malik berpendapat bahwa tidak sah pernikahan tanpa wali. Pendapat ini
juga dikemukakan oleh Imam Syafi’i.
Imam Abu Hanifah, Zufar, Al-Sya’bi, dan Al-Zuhri berpendapat bahwa apabila
seorang perempuan melakukan akad nikah tanpa wali, sedangkan suaminya sebanding
(kufu’). Maka pernikahannya boleh.
Abu Dawud memisahkan antara gadis dan janda dengan syarat adanya wali pada
gadis dan tidak mensyaratkannya kepada janda. Pendapat lain mengatakan bahwa
persyaratan wali itu hukumnya sunah bukan fardu, karena mereka berpendapat
bahwa adanya waris antara suami dan istri yang perkawinwnnya terjadi tanpa
menggunakan wali, juga wanita terhormat itu boleh mewakilkan kepada seorang
laki-laki untuk menikahkannya. Imam Malik juga menganjurkan agar seorang janda
mengajukan walinya untuk menikahkannya.[6]
Dan Imam Malik menganggap bahwa wali itu termasuk syarat kelengkapan
pernikahan, bukan syarat sahnya pernikahan. Ini bertolak belakang dengan
pendapat fuqaha Maliki negeri Bagdad, yang mengatakan bahwa wali itu termasuk
syarat sahnya nikah, bukan syarat kelengkapan pernikahan.
Mereka menngatakan bahwa wali itu menjadi syarat sahnya pernikahan dengan
dasar:
Firman Allah Swt:
Kemudian apabila Telah habis Idahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali)
membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka. (QS Al-Baqarah (2): 234).[7]
Menurut mereka, ayat ini ditunjukan kepada para wali, jika mereka tidak
mempunyai hak dalam perwalian, tentu mereka tidak dilarang untuk
menghalang-halangi.
Dalam ayat lain, Allah Swt. Juga
berfirman :
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum beriman. (QS
Al-Baqarah (2): 221).[8]
Didalam Hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Al-Zuhri dari Urwah, dari
Aisyah juga dijelaskan:
“Aisyah berkata, Rasulullah Saw., bersabda, “Siapapun wanita yang menikah
tanpa izin walinya, maka nikahnya itu batal (diucapkan tiga kali). Jika
suaminya telah menggaulinya, maka mahramnya adalah untuknya (wanita) karena apa
yang telah diperoleh darinya. Kemudian apabila merka bertengkar, maka penguasa
menjadi wali bagi orang-orang yang tidak mempunyai wali.” (HR. Tirmidzi).
Adapun golongan yang tidak mensyaratkan wali mengemukakan alasan dengan
firman Allah Swt:
“Kemudian apabila telah habis masa idahnya, maka tiada dosa bagimu (para
wali) membiarakan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut.” (QS
Al-Baqarah (2): 234)[9]
Menurut mereka, ayat tersebut merupakan dalil atas memperbolehkannya wanita
untuk menikahkan dirinya sendiri. Mereka juga mengatakan bahwa perbuatan
menikahkan yang disandarkan kepada wanita, banyak disebutkan dalam Al-Qur’an
diantarnya:
....Maka jangan kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal
suaminya. (QS Al-Baqarah (2): 232)
Di samping ayat Al-Qur’an juga disebutkan dalam Hadits Nabi Saw:
“Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah Saw. Telah bersabda, “Janganlah
dinikahkan perempuan janda sebelum dimintai pendapatnya dan perawan sebelum
dimintai izinnya.”Sahabat bertanya,” Bagaimana cara izinya perawan itu ya
Rasulullah? “Diamnya adalah Izinnya”. (HR. Jama’ah).[10]
Hadits tersebut oleh Abu Dawud dijadikan untuk memisahkan antar janda
dengan gadis dalam masalah ini.
Dalam lain juga disebutkan:
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw. Bersabda,”Janda itu lebih berhak
kepada dirinya sendiri daripada walinya. Dan gadis hendaknya diminta izinnya
dalam perkara dirinya. Dan izinya adalah diamnya.” (HR Jama’ah, kecuali Bukhari).
Dalam riwayat Ahmad, Muslim, Abu
Dawud, dan Nasa’i dikatakan, “seorang gadis hendaknya minta izin kepada
ayahnya.” (maksudnya sebelum diadakan akad nikah harus ditanya lebih dahulu
tentang persetujuannya).
C. Wali Mujbir dan Wali ‘Adlal
Wali mujbir adalah seorang wali yang berhak menikahkan perempuan yang tanpa
menanyakan pendapat mereka lebih dahulu, dan berlaku juga bagi orang yang diwalikan tanpa melihat
ridha pihak yang berada dibawah perwaliannya.
Wali “adlal adalah seorang wali yang tidak mau menikahkan wanita yang sudah
balig yang akan menikah dengan seorang priayang kufu’. Sehingga walinya pindah ke wali Hakim.
D. Sifat-sifat
Seorang Wali
Wali dan saksi bertanggung jawab atas sahnya akad perkawinan. Oleh karena
itu, tidak semua orang dapat menjadi wali atau saksi, tetapi orang yang
memiliki sifat berikut :
1. Islam
2. Balig
3. Laki-laki
4. Mempunyai akal
5. Merdeka
6. Adil[11]
Adanya seorang wali menjadi salah satu rukun nikah, maka nikah yang tidak
ada wali tidak sah. Nabi Saw.bersabda :
“Tidak sah nikah kecuali ada wali dan dua orang saksi yang adil, nikah yang
tidak demikian (tidak ada wali dan dua oarang saksi) batal. (HR. Ibnu Hibban).[12]
[1] M. Abdul Mujid dkk, op.cit.,hlm. 416.
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
op.cit., hlm. 1123.
[3] H. Zahri Hamid, op.cit. hlm. 29-30.
[4] H.Rahmat Hakim, op.cit., hlm. 59
[5] H. Zahri Hamid, op.cit. hlm. 30.
[6] Slamet Abidin dan H. Aminuddin, op.cit.,
hlm. 84.
[7] Hasbi Ash-Shiddieqi, Al-Qur’an, op.cit.,
hlm. 57.
[8] Ibid, hlm. 53.
[9] Hasbi Ash-Shiddieqi dkk, Al-Qur’an,
op.cit., hlm. 57.
[10] Ahmad Mudjab, Hadits-hadits Muttafaq
‘alaih (Jakarta: Prenada Media, 2004), edisi I, hlm. 39-40.
[11] H. Sulaiman Rasjid, op.cit. hlm., 384.
[12] Achmad Sunarto, op.cit. hlm. 460-461.
Snow Peak Titanium Flask: Home | TITanium-Arsenic - iTanium-Arsenic
BalasHapusSnow Peak Titanium Flask - Home. titanium pot TITanium-Arsenic titanium mokume gane | iTanium-Arsenic. Type: Home. TITanium-Arsenic. Type: Home. Type: titanium hair straightener Home. TITanium-Arsenic. Type: titanium curling iron Home. citizen super titanium armor