Rabu, 06 Juni 2012

perbankan syari'ah


PEMBAHASAN
A.    Pengertian DSN
DSN adalah Dewan Syariah Nasional. Yaitu lembaga yang dibentuk oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI) yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (Syari`ah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syari`ah. Melalui Dewan Pengawas Syari`ah melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip syari`ah dalam sistem dan manajemen lembaga keuangan syari`ah (LKS).
Para praktisi ekonomi syari’ah, masyarakat dan pemerintah (regulator) membutuhkan fatwa-fatwa syariah dari lembaga ulama (MUI) berkaitan dengan praktek dan produk di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut. Perkembangan lembaga keuangan syariah yang demikian cepat harus  diimbangi dengan fatwa-fatwa hukum syari’ah yang valid dan akurat, agar seluruh produknya memiliki landasan yang kuat secara syari’ah. Untuk DSN dilahirkan pada tahun 1999 sebagai bagian dari Majlis Ulama Indonesia.[1]
Struktur organisasi DSN terdiri dari Pengurus Pleno (56 Anggota) dan Badan Pelaksana Harian (17 orang anggota).[2] Ketua DSN-MUI dijabat Ex Officio Ketua Umum MUI dan sekretaris DSN-MUI dijabat Ex Officio Sekretaris Umum MUI. Adapun keanggotaan DSN diambil dari pengurus MUI, Komisi Fatwa MUI, Ormas Islam, Perguruan Tinggi Islam, Pesantren dan para praktisi perekonomian syariah yang memenuhi kriteria dan diusulkan oleh Badan Pelaksana Harian DSN yang mana keanggotaan baru DSN ditetapkan oleh Rapat Pleno DSN-MUI. Sedangkan Rapat Dewan Syariah Nasional MUI terdiri dari Rapat Pleno dan Rapat presentasi calon LKS, atau rapat khusus, misalnya dalam rangka menyusun draft fatwa.
B.     Kedudukan Fatwa
Fatwa merupakan salah satu institusi dalam hukum Islam untuk memberikan jawaban dan solusi terhadap problem yang dihadapi umat. Bahkan umat Islam pada umumnya menjadikan fatwa sebagai rujukan di dalam bersikap dan bertingkah laku. Sebab posisi fatwa di kalangan masyarakat umum, laksana dalil di kalangan para mujtahid. Kehadiran fatwa-fatwa ini menjadi aspek organik dari bangunan ekonomi islami yang tengah ditata/dikembangkan, sekaligus merupakan alat ukur bagi kemajuan ekonomi syari’ah di Indonesia. Fatwa ekonomi syari’ah yang telah hadir itu  secara teknis menyuguhkan model pengembangan bahkan pembaharuan fiqh muamalah maliyah. Secara fungsional, fatwa  memiliki fungsi tabyin dan tawjih.  Fatwa ekonomi syariah DSN saat ini tidak hanya mengikat bagi praktisi lembaga ekonomi syariah, tetapi juga bagi masyarakat Islam Indonesia, apalagi fatwa-fatwa itu kini telah dipositivisasi melalui Peraturan  Bank Indonesia (PBI). Bahkan DPR baru-baru ini, telah mengamandemen UU No 7/1989 tentang Perdilan Agama yang secara tegas memasukkan masalah ekonomi syariah sebagai wewenang Peradilan Agama.[3]
Fatwa-fatwa ekonomi syari’ah saat di Indonesia dikeluarkan melalui proses dan formula fatwa kolektif, koneksitas dan melembaga yang disebut ijtihad jama’iy (ijtihad ulama secara kolektif), Validitas jama’iy dan fardi jelas sangat berbeda. Ijtihad jama’iy telah mendekati ijma’. Dalam membahas masalah-masalah yang hendak dikeluarkan fatwanya, Dewan Syari’ah Nasional (DSN) melibatkan pula lembaga mitra seperti Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia.      Ijtima ulama sebagai forum permusyawaratan merupakan forum konsensus ijma ulama Indonesia dalam memutuskan masalah-masalah kemasyarakatan yang berbasis syariah. Hal tersebut disampaikan Panitia Tim Materi yang juga wakil sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr. H. Asrorun Ni’am Sholeh. Ditambahkan, Ijtima Ulama yang ketiga ini akan berlansung pada 24 Januari sampai dengan 26 Januari 2009, dua pesantren: Pesantren Serambi Mekkah dan Pesantren Diniyah Putri, yang keduanya berada di Padang Panjang.[4]

 Jika ada suatu teks dalam al-Qur’an ataupun sunnah yang tampak relevan dengan problem yang dihadapi, DSN  tidak akan mencari diluar teks tersebut. Jika ada kesempatan dikalangan fuqoha’ atas suatu masalah, DSN pun mengikutinya.[5]
C.     Kaidah-kaidah Dan Prinsip DSN
1.       المحا فضة بقديم الصالح وأخذ بالجديد الأصلا
Yaitu, memelihara warisan intelektual klasik yang masih relevan dan membiarkan terus praktek yang telah ada di zaman modern, selama tidak ada petunjuk yang mengharamkanya.
2.       الأصل في المعاملة الاءباحة حتي يدل علي دليل التحريم
( Pada dasarnya semua praktek muamalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Selain itu para ulama berpegang kepada prinsip-prinsip utama muamalah, seperti, prinsip bebas riba, bebas gharar (ketidak-jelasan atau ketidakpastian) dan tadlis, tidak maysir (spekulatif), bebas produk haram dan praktek akad fasid/batil. Prinsip ini tidak boleh dilanggar, karena telah menjadi aksioma dalam fiqh muamalah. Adapun Kaidah fiqh yang Paling Sering digunakan (DSN) (MUI) dalam Mengeluarkan Fatwa yaitu sebagai berikut:
1.    menghindarkan mafsadat (kerusakan atau bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.
2.      Segala Bahaya (beban berat atau kerugian) harus dihilangkan.
3.      Segala mudharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat mungkin
4.      Di mana terdapat kemaslahatan, disana terdapat hukum Allah.
5.      Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat (kelebihan bagi yang berpiutang, muqridh) adalah riba
6.      Kesulitan itu dapat menarik kemudahan
7.      Keperluan itu dapat menduduki posisi darurat
8.      Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (selama tidak bertentangan dengan syariat)
9.      Sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib ada.
D.     Produk Fatwa DSN
Sejak berdirnya tahun 1999, Dewan Syariah Nasional, telah mengeluarkan sedikitnya 61 fatwa tentang ekonomi syariah, antara lain, fatwa tentang giro, tabungan, murabahah, jual beli salam, istishna’, mudharabah, musyarakah, ijarah, wakalah, kafalah, hawalah, uang muka dalam murabahah, sistem distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syari’ah, diskon dalam murabahah dan sebagainya    Struktur Dewan Pengawas Syariah merupakan salah satu syarat pendirian koperasi jasa keuangan syariah. Koperasi yang menggunakan prinsip syariah perlu memiliki Dewan Pengawas Syariah. Kehadiran DPS itu untuk menjaga kepatuhan koperasi terhadap prinsip Islam, di samping menerjemahkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) sebelum bisa diterapkan[6]
Hal-hal yang membedakan sebuah bank syariah dengan bank kovensional adalah:
·         Dalam menjalankan operasionalnya, bank syariah harus berpedoman kepada fatwa Dewan Pengawas Syariah, sedangkan pada bank konvensioanal tidak ada.
·         Hubungan antara investor (penyimpan dana) dengan pengguna dana dan bank sebagai intermediary berdasarkan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur
·         Bisnis Bank Syariah bukan hanya berdasarkan profit oriented tetapi falah oriented, yakni kesejahteraan di dunia dan kemakmuran di akhirat
·          Konsep yang digunakan dalam transaksi Bank Syariah berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, dan pengambilan fee/jasa.
·         Bank Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan kemudharatan atau bencana bagi.[7] 


E.      Kedudukan DPS dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
1.     Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan yari`ah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syari`ah yang telah difatwakan oleh DSN.
2.       Fungsi Fungsi utama DPS adalah: sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syari`ah dan pimpinan kantor cabang syari`ah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syari`ah dan sebagai mediator antara LKS dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari LKS yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
3.       Posisi DPS adalah wakil DSN dalam mengawasi pelaksanaan fatwa-fatwa DSN di LKS
4.       Masa Khidmah (Belum ditetapkan)
5.       Peran dan Fungsi DPS
a.       Mengawasi pelaksanaan fatwa DSN di LKS
b.      Memberikan usul dan saran kepada LKS
c.       Memberikan opini syariah
d.      Mengusulkan fatwa kepada DSN.[8]










[1]  http://www.pa-lubukbasung.net/index.php?option=com_content&view=article&id=90%3Afatwa-ekonomi-syariah-di-indonesia&catid=1%3Aberita&Itemid=75&lang=id
[2] http://www.mui.or.id/konten/profil-dsn/sekilas-dewan-syariah-nasional
[3] http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/ekonomi-syariah/1096-fatwa-ekonomi-syariah-di-indonesia
[4] http://www.mui.or.id/konten/berita/agenda-ijtima’-ulama-komisi-fatwa-se-indonesia-iii
[5] Abdullah Saeed “MENYOAL Bank Syari’ah” (Jakarta: Paramadina, 174), 1996.
[7] http://www.opensubscriber.com/message/ekonomi-nasional@yahoogroups.com/6239846.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar