PEMBAHASAN
A.
Pengertian DSN
DSN adalah
Dewan Syariah Nasional. Yaitu lembaga yang dibentuk oleh Majlis Ulama Indonesia
(MUI) yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani
masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah.
Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan nilai dan
prinsip-prinsip hukum Islam (Syari`ah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan
pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syari`ah. Melalui Dewan
Pengawas Syari`ah melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip syari`ah
dalam sistem dan manajemen lembaga keuangan syari`ah (LKS).
Para praktisi ekonomi syari’ah, masyarakat dan pemerintah
(regulator) membutuhkan fatwa-fatwa syariah dari lembaga ulama (MUI) berkaitan
dengan praktek dan produk di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut.
Perkembangan lembaga keuangan syariah yang demikian cepat harus diimbangi
dengan fatwa-fatwa hukum syari’ah yang valid dan akurat, agar seluruh produknya
memiliki landasan yang kuat secara syari’ah. Untuk DSN dilahirkan pada tahun
1999 sebagai bagian dari Majlis Ulama Indonesia.[1]
Struktur
organisasi DSN terdiri dari Pengurus Pleno (56 Anggota) dan Badan Pelaksana
Harian (17 orang anggota).[2] Ketua
DSN-MUI dijabat Ex Officio Ketua Umum MUI dan sekretaris DSN-MUI dijabat Ex
Officio Sekretaris Umum MUI. Adapun keanggotaan DSN diambil dari pengurus MUI,
Komisi Fatwa MUI, Ormas Islam, Perguruan Tinggi Islam, Pesantren dan para
praktisi perekonomian syariah yang memenuhi kriteria dan diusulkan oleh Badan
Pelaksana Harian DSN yang mana keanggotaan baru DSN ditetapkan oleh Rapat Pleno
DSN-MUI. Sedangkan Rapat Dewan Syariah Nasional MUI terdiri dari Rapat Pleno dan
Rapat presentasi calon LKS, atau rapat khusus, misalnya dalam rangka menyusun
draft fatwa.
B.
Kedudukan Fatwa
Fatwa
merupakan salah satu institusi dalam hukum Islam untuk memberikan jawaban dan
solusi terhadap problem yang dihadapi umat. Bahkan umat Islam pada umumnya
menjadikan fatwa sebagai rujukan di dalam bersikap dan bertingkah laku. Sebab
posisi fatwa di kalangan masyarakat umum, laksana dalil di kalangan para
mujtahid. Kehadiran fatwa-fatwa ini menjadi aspek organik dari bangunan ekonomi
islami yang tengah ditata/dikembangkan, sekaligus merupakan alat ukur bagi
kemajuan ekonomi syari’ah di Indonesia.
Fatwa ekonomi syari’ah yang telah hadir itu secara teknis menyuguhkan
model pengembangan bahkan pembaharuan fiqh muamalah maliyah. Secara fungsional,
fatwa memiliki fungsi tabyin dan tawjih. Fatwa
ekonomi syariah DSN saat ini tidak hanya mengikat bagi praktisi lembaga ekonomi
syariah, tetapi juga bagi masyarakat Islam Indonesia, apalagi fatwa-fatwa itu
kini telah dipositivisasi melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI). Bahkan
DPR baru-baru ini, telah mengamandemen UU No 7/1989 tentang Perdilan Agama yang
secara tegas memasukkan masalah ekonomi syariah sebagai wewenang Peradilan
Agama.[3]
Fatwa-fatwa
ekonomi syari’ah saat di Indonesia
dikeluarkan melalui proses dan formula fatwa kolektif, koneksitas dan melembaga
yang disebut ijtihad jama’iy (ijtihad ulama secara kolektif), Validitas jama’iy
dan fardi jelas sangat berbeda. Ijtihad jama’iy telah mendekati ijma’. Dalam
membahas masalah-masalah yang hendak dikeluarkan fatwanya, Dewan Syari’ah
Nasional (DSN) melibatkan pula lembaga mitra seperti Dewan Standar Akuntansi
Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia. Ijtima ulama sebagai forum permusyawaratan
merupakan forum konsensus ijma ulama Indonesia dalam memutuskan
masalah-masalah kemasyarakatan yang berbasis syariah. Hal tersebut disampaikan
Panitia Tim Materi yang juga wakil sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr. H. Asrorun
Ni’am Sholeh. Ditambahkan, Ijtima Ulama yang ketiga ini akan berlansung pada 24
Januari sampai dengan 26 Januari 2009, dua pesantren: Pesantren Serambi Mekkah
dan Pesantren Diniyah Putri, yang keduanya berada di Padang Panjang.[4]
Jika ada suatu teks dalam al-Qur’an ataupun
sunnah yang tampak relevan dengan problem yang dihadapi, DSN tidak akan mencari diluar teks tersebut. Jika
ada kesempatan dikalangan fuqoha’ atas suatu masalah, DSN pun mengikutinya.[5]
C.
Kaidah-kaidah Dan Prinsip
DSN
1.
المحا فضة بقديم الصالح وأخذ بالجديد الأصلا
Yaitu, memelihara warisan intelektual klasik yang masih relevan dan
membiarkan terus praktek yang telah ada di zaman modern, selama tidak ada
petunjuk yang mengharamkanya.
2.
الأصل في المعاملة الاءباحة حتي يدل علي دليل
التحريم
( Pada dasarnya semua praktek muamalah boleh, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya). Selain itu para ulama berpegang kepada prinsip-prinsip utama
muamalah, seperti, prinsip bebas riba, bebas gharar (ketidak-jelasan atau
ketidakpastian) dan tadlis, tidak maysir (spekulatif), bebas produk haram dan
praktek akad fasid/batil. Prinsip ini tidak boleh dilanggar, karena telah
menjadi aksioma dalam fiqh muamalah. Adapun Kaidah fiqh yang
Paling Sering digunakan (DSN) (MUI) dalam Mengeluarkan Fatwa
yaitu sebagai berikut:
1.
menghindarkan mafsadat (kerusakan atau bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan
kemaslahatan.
2.
Segala Bahaya (beban berat atau kerugian) harus dihilangkan.
3.
Segala mudharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat mungkin
4.
Di mana terdapat kemaslahatan, disana terdapat hukum Allah.
5.
Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat (kelebihan bagi yang
berpiutang, muqridh) adalah riba
6.
Kesulitan itu dapat menarik kemudahan
7.
Keperluan itu dapat menduduki posisi darurat
8.
Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang
berlaku berdasarkan syara’ (selama tidak bertentangan dengan syariat)
9.
Sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib ada.
D.
Produk Fatwa DSN
Sejak
berdirnya tahun 1999, Dewan Syariah Nasional, telah mengeluarkan sedikitnya 61
fatwa tentang ekonomi syariah, antara lain, fatwa tentang giro, tabungan,
murabahah, jual beli salam, istishna’, mudharabah, musyarakah, ijarah, wakalah,
kafalah, hawalah, uang muka dalam murabahah, sistem distribusi hasil usaha
dalam lembaga keuangan syari’ah, diskon dalam murabahah dan sebagainya Struktur Dewan Pengawas Syariah merupakan
salah satu syarat pendirian koperasi jasa keuangan syariah. Koperasi yang
menggunakan prinsip syariah perlu memiliki Dewan Pengawas Syariah. Kehadiran
DPS itu untuk menjaga kepatuhan koperasi terhadap prinsip Islam, di samping
menerjemahkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) sebelum bisa diterapkan[6]
Hal-hal yang
membedakan sebuah bank syariah dengan bank kovensional adalah:
·
Dalam menjalankan
operasionalnya, bank syariah harus berpedoman kepada fatwa Dewan Pengawas
Syariah, sedangkan pada bank konvensioanal tidak ada.
·
Hubungan antara investor
(penyimpan dana) dengan pengguna dana dan bank sebagai intermediary berdasarkan
kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur
·
Bisnis Bank Syariah bukan
hanya berdasarkan profit oriented tetapi falah oriented, yakni kesejahteraan di
dunia dan kemakmuran di akhirat
·
Konsep yang digunakan dalam transaksi Bank
Syariah berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, dan pengambilan fee/jasa.
·
Bank Syariah hanya
melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan kemudharatan atau bencana
bagi.[7]
E.
Kedudukan DPS dalam
Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
1.
Tugas utama DPS adalah mengawasi
kegiatan usaha lembaga keuangan yari`ah agar sesuai dengan ketentuan dan
prinsip syari`ah yang telah difatwakan oleh DSN.
2.
Fungsi Fungsi utama DPS adalah:
sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha
syari`ah dan pimpinan kantor cabang syari`ah mengenai hal-hal yang terkait
dengan aspek syari`ah dan sebagai mediator antara LKS dengan DSN dalam
mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari LKS yang
memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
3. Posisi DPS adalah wakil DSN dalam mengawasi pelaksanaan
fatwa-fatwa DSN di LKS
4. Masa Khidmah (Belum ditetapkan)
5. Peran dan Fungsi DPS
a. Mengawasi pelaksanaan fatwa DSN di LKS
b. Memberikan usul dan saran kepada LKS
c. Memberikan opini syariah
d. Mengusulkan fatwa kepada DSN.[8]
[1] http://www.pa-lubukbasung.net/index.php?option=com_content&view=article&id=90%3Afatwa-ekonomi-syariah-di-indonesia&catid=1%3Aberita&Itemid=75&lang=id
[2]
http://www.mui.or.id/konten/profil-dsn/sekilas-dewan-syariah-nasional
[3]
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/ekonomi-syariah/1096-fatwa-ekonomi-syariah-di-indonesia
[4] http://www.mui.or.id/konten/berita/agenda-ijtima’-ulama-komisi-fatwa-se-indonesia-iii
[5] Abdullah
Saeed “MENYOAL Bank Syari’ah” (Jakarta:
Paramadina, 174), 1996.
[7] http://www.opensubscriber.com/message/ekonomi-nasional@yahoogroups.com/6239846.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar